MAN 2 CIREBON

Jalan Merdeka No. 1 Desa Babakan Ciwaringin Cirebon.

MBD

Wisata ziarah di Situ Lengkong Panjalu.

BDK BANDUNG

DIKLAT GURU FIQIH.

MBD

PRAKTIKUM MBD 2 Desa Mekarraharja 2019.

Selasa, 04 April 2023

Viral ! Serial Ushul Fiqih

Selasa, 05 November 2019

Pembagian hukum taklifi

Sabtu, 02 November 2019

Hukum Syar'i

Pengertian Hukum Syara’. Pengertian Hukum bisa ditinjau dari tiga aspek, yaitu: 1) Hukum menurut bahasa yang berarti: mencegah dan memutuskan. 2) Hukum menurut istilah Ushuliyun, yaitu: Firman Allah swt (nash) yang berhubungan dengan perbuatan manusia baik yang bersifat tuntutan, pilihan ataupun kondisional. yang menghasilkan ibahah,ijab,nadb,tahrim dan karohah. 3) Hukum menurut Fuqaha, yaitu: efek dari penerapan firman Allah (nash) yang menghasilkan mubah, wajib, sunat, haram dan makruh. Yang dimaksud dengan Firman Allah pada dasarnya adalah Al-qur’an dan Sunnah, Pembagian Hukum Syara’. Hukum syar’i terbagi kepada dua: 1. Hukum Taklifi. Hukum Taklifi adalah: Ketentuan-ketentuan Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf baik perintah, larangan ataupun kebebasan untuk melakukan atau meninggalkan.[4] 2. Hukum Wadh’i. Hukum wadh’i adalah: Ketentuan-ketentuan ataupun kondisi yang membuat sesuatu menjadi sebab bagi hukum yang lain, syarat ataupun penghalang. Perbedaan antara Hukum taklifi dan wadhi’. • Hukum taklifi adalah hukum yang mengandung perintah, larangan atau pilihan antara keduanya bagi seorang mukallaf. • Hukum wadhi’ tidak mengandung ketiga unsur yang ada dalam hukum taklifi. Hukum wadh’i hanya penjelasan hubungan suatu peristiwa dengan hukum taklifi baik berupa sebab, syarat ataupun mani’ sehingga mukallaf mengetahui kapan ditetapkannya hukum syara’ dan kapan pula berakhirnya. Misalnya, hukum taklifi menjelaskan bahwa shalat wajib dilaksanakan umat Islam, dan hukum wadh’i menjelaskan bahwa waktu matahari tergelincir di tengah hari menjadi sebab bagi wajibnya seorang mukallaf menunaikan shalat zuhur. • Hukum wadh’i baik sebab, syarat, dan mani’ yang berada dalam kemampuan manusia. Misalnya, mencuri sebab dipotongnya tangan. Saksi syarat sahnya nikah. Membunuh penghalang mendapatkan warisan. • Hukum wadh’i yang di luar kemampuan manusia dan bukan merupakan aktivitas manusia. Misalnya, tergelincir matahari sebab wajibnya shalat, baligh syarat untuk bisa mengelola harta, gila pengahalang atas pembebanan syariat. Pembagian Hukum Taklifi. Pembagian Hukum Taklifi Menurut Jumhur. 1. Ijab/wajib وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.(QS. Al-Baqarah Ayat 43) 2. Tahrim/haram وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra Ayat 32) 3. Nadb وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا Artinya: “Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji”. (QS Al-Isra: 79). 4. Karahah/makruh يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ Wahai orang-orang yang beriman apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at maka bersegeralah kamu mengingat Allâh dan tinggalkanlah perdagangan [QS.al-Jumu’ah : 9] 5. Ibahah/mubah Allah berfirman, وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوٓا “Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf: 31) Perbedaan antara Ijab dan wajib: Ketika melihat firman dari sisi hakim atau syari’nya maka itu adalah ijab. Dan dilihat dari sisi manusia yang melaksanakan perbuatan maka itu wajib. Perbedaan antara wajib dan fardhu menurut Hananafiyah. Hukum Wadh’i. Berdasarkan pengertian hukum wadh’i yang telah dijelaskan diatas maka hukum wadh’i itu pada dasarnya adalah sebab, syarat dan mani’. Akan tetapi Al-Amidi, al-Ghazali, asy-Syatibi dan Khudhari Bik menambahkan shahih, fasid, ‘azimah dan rukhsah. 1. Sebab. a. Pengertian Sebab. Sebab menurut bahasa: sesuatu yang bisa menyampaikan kepada sesuatu yang lain. Dan menurut istilah adalah: sesuatu yang dijadikan oleh syari’at sebagai tanda adanya hukum dimana adanya sebab adanya hukum dan tidak adanya sebab tidak adanya hukum. b. Pembagian Sebab. 1. Sebab yang merupakan bukan perbuatan mukallaf dan berada diluar kemampuan manusia. Namun demikian, sebab itu mempunyai hubungan dengan hukum taklifi karena syariat telah menjadikannya sebagai alasan bagi adanya suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh mukallaf. Misalnya, masuknya bulan Ramadhan menjadi sebab untuk berpuasa ramadhan. 2. Sebab yang merupakan perbuatan mukallaf dan berada dalam batas kemampuan mukallaf. Misalnya, safar merupakan sebab bolehnya berbuka puasa. 2. Syarat. 1. Pengertian Syarat Syarat menurut bahasa adalah tanda-tanda yang mesti ada, sedangkan menurut istilah syarat adalah sesuatu yang membuat tidak adanya hukum tanpa adanya syarat dan tidak semestinya hukum itu ada ataupun tidak dengan adanya syaratdan syarat ini berada diluar dari hakikat perbuatan yang tergantung kepadanya. b. Perbedaan antara syarat dan rukun. Syarat dan rukun sama-sama menjadi penentu terpenuhinya suatu perbuatan dengan sempurna. Namun keduanya berbeda dari segi: 1. Rukun merupakan bagian dan hakikat perbuatan sedangkan syarat berada di luar perbuatan tersebut.Misalnya, ruku’ adalah rukun shalat dan merupakan bagian dari dari shalat. Sedangkan wudhu syarat bagi shalat dan bukan merupakan bagian dari shalat. 2. Syarat harus ada dari awal hingga akhir perbuatan dan rukun berpindah-pindah dari satu ke yang lainnya. c. Pembagian syarat. 1. Syarat dari segi hubungan dengan hukum. 1. Syarat yang merealisasikan hukum taklifi, misalnya, terpenuhinya haul merupakan syarat wajibnya zakat. 2. Syarat yang merealisasikan hukum wadh’i. misalnya, muhsan merupakan syarat dirajamnya orang yang berzina. 2. Syarat dari segi sumbernya. 1. Syarat Syar’i yaitu syarat yang datang sendiri dari syari’at, seperti, dewasa merupakan syarat wajib untuk menyerahkan harta kepada anak yatim dan ini telah diatur oleh syari’at dalam surat an-nisa’ ayat 6. 2. Syarat Ja’li yaitu syarat yang datang dari kemauan mukallaf sendiri, seperti, syarat yang dibuat oleh pihak tertentu dalam akad tertentu. 3. Dilihat dari segi hubungannya dengan al-sabab dan al-musabbab, al-syarthu dibagi menjadi dua macam: a). Al-Syarthu yang menjadi pelengkap al-sabab, artinya al-syarthu menguatkan akan makna sebab akibat (al-sababiyyah) yang terdapat dalam hukum tersebut. Sebagai contoh, penjagaan harta benda adalah syarat untuk melaksanakan hadd dalam pencurian. b). Al-Syarthu yang menjadi pelengkap al-musabbab, artinya menguatkan hakikat al-musabbab atau rukunnya. Sebagai contoh, menghadap kiblat menjadi syarat sahnya salat. 3. Mani’. a. Pengertian Mani’. Mani’ menurut bahasa adalah penghalang dari sesuatu. Dan menurut istilah mani’ adalah sesuatu yang ditetapkan oleh syari’at sebagai penghalang bagi adanya hukum atau penghalang bagi berfungsinya suatu sebab. 1. Pembagian Mani’ 2. Mani’ terhadap hukum. Yaitu sesuatu yang ditetapkan oleh syari’at yang menjadi penghalang bagi hukum. Seperti, haid bagi wanita yang menjadi mani’ untuk melaksanakan shalat. 3. Mani’ terhadap sebab. Yaitu suatu penghalang yang ditetapkan oleh syari’at yang menjadi penghalang berfungsinya sebab. Seperti, berhutang menjadi penghalang wajibnya zakat pada harta yang dimiliki. 4. Sah, Rusak dan Batal. Pengertian sah menurut syara’ adalah perbuatan yang dilakukan mempunyai akibat hukum. Dan perbuatan dianggap sah jika memenuhi syarat dan rukun. Adapun batal adalah perbuatan yang dilakukan oleh mukallaf tidak mempunyai akibat hukum. Jumhur ulama tidak membedakan antara batal dan rusak (fasid). Misalnya, shalat dikatakan batal adalah sama dengan dikataka fasid, yaitu tidak bisa menggugurkan kewajiban. Jumhur ulama hanya membagi amal perbuatan kepada dua hal saja yaitu sah dan batal. 5. Rukhsah dan Azimah. 1. Pengertian rukhsah dan azimah. Rukhsah adalah suatu hukum yang dikerjakan lantaran ada suatu sebab yang memperbolehkan untuk meinggalkan hukum yang asli. Sedangkan ‘Azimah adalah hukum yang mula-mula harus dikerjakan lantaran tidak ada sesuatu yang menghalang-halanginya.

Selasa, 22 Oktober 2019

Hasil UTS

Rabu, 09 Oktober 2019

Prediksi UAMBN 1

Senin, 23 September 2019

DOA SHOLAT DHUHA DAN ISTIKHARAH

 



Doa sholat dhuha:

اَللهُمَّ اِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَاءُكَ، وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ، وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. اَللهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقَى فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَاِنْ كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَاءِكَ وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِىْ مَآاَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ

Doa Shalat Istikharah

اَللّٰهُمَّ اِنِّى اَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ وَاَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَاَسْئَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ. فَاِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَآاَقْدِرُ وَلَآاَعْلَمُ وَاَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللّٰهُمَّ اِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ اَنَّ هَذَااْلاَمْرَ (…) خَيْرٌلِّىْ فِىْ دِيْنِىْ وَمَعَاشِىْ فَاقْدُرْهُ لِىْ وَيَسِّرْهُ لِىْ ثُمَّ بَارِكْ لِىْ فِيْهِ وَاِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ اَنَّ هذَااْلاَمْرَشَرٌّلِّىْ فِىْ دِيْنِىْ
وَمَعَاشِىْ وَعَاقِبَةِ اَمْرِىْ وَعَاجِلِهِ وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّىْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْهُ لِيَ الْخَيْرَحَيْثُ كَانَ ثُمَّ رَضِّنِىْ بِهِ

Doa Setelah Sholat Hajat
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيْمُ الْكَرِيْمُ سُبْحَانَ اللهِ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ .اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْعِصْمَةَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ وَّالْغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَّالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ لَاتَدَعْ لِيْ ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ